Dalam salah satu ayat Alquran, Allah bersabda:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok…” (QS Al-Hasyr : 18)
Bila kita perhatikan, ini adalah pertanyaan dari Allah yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bermuhasabah terhadap apa yang sudah atau akan kita lakukan dalam hidup. Untuk memahami hal ini, kita bisa memakai sebuah cabang ilmu manajemen yaitu strategi manajemen. Di sana kita mengenal istilah visi dan misi.
Visi adalah gambaran di masa depan yang ingin kita capai. Sementara misi adalah tugas yang harus dilakukan. Dalam teori ilmu tersebut dikemukakan suatu metodologi, yaitu bila kita sudah tahu visi, maka kita harus menentukan strategi yang meliputi program apa yang harus dibuat, serta tindakan apa yang harus dilakukan, dan lain-lain.
Maka kita mengenal yang namanya analisis SWOT. Penentuan lewat SWOT bisa kita terapkan pada diri kita sebagai manusia. Yang menarik, karena sebenarnya dalam hidup ini visi dan misi kita sudah jelas, maka sebenarnya kita tidak perlu mencari-cari lagi. Bahkan sebenarnya Islam sudah mengajarkan bagaimana prinsip dasar yang bisa kita gunakan untuk mencapai visi dan misi yang jelas itu.
Apa sebenarnya misi kita?
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (QS Adz-Dzaariyat : 56)
Ini adalah misi yang diajarkan Allah dengan begitu jelas, hingga kita tidak perlu lagi mencari-cari apa yang harus kita lakukan dalam hidup.
Lalu setelah tahu misinya, maka misi ini dilandasi oleh visi apa? Sebenarnya visinya juga sudah sangat jelas yaitu mendapatkan keridhaan Allah, yang pada akhirnya mendapatkan keselamatan dalam kehidupan kita di dunia dan di akhirat, dan juga diberikan perlindungan dari siksa api neraka.
Bila kita menguraikan SWOT tersebut satu persatu, maka pertama kali kita akan bicara tentang kekuatan kita sebagai umat Islam. Salah satu kekuatan yang sangat luar biasa milik kita adalah keimanan, ini adalah modal yang sangat besar dan tidak semua orang mendapatkan hidayah ini. Kemudian kita juga punya kekuatan lain yaitu kesehatan, kemampuan berpikir, kesempatan melakukan hal-hal potensial, dan sedikit kekayaan.
Sementara apa saja kelemahan kita? Antar lain mungkin kita ini belum punya ilmu yang cukup. Sebab di dalam Islam sebuah ilmu harus mendahului amal. Ini tertuang dalam sebuah hadis yang mengatakan bahwa siapapun yang melakukan amal dan tidak sesuai dengan yang diperintahkan, maka amal itu akan tertolak. Ini membuktikan bahwa dalam beramal pun kita sebagai umat Islam harus profesional.
Sementara yang bisa dikategorikan tantangan yang berkeliaran di sekeliling kita, antara lain masalah pola kehidupan ini yang sudah sangat dipenuhi dengan pola pikir materialistik yang sangat mengagungkan kesenangan dunia.
Tapi kita juga punya berbagai hal kondusif yang bisa meningkatkan amal kita yaitu dengan banyaknya sekolah, buku, atau internet. Itu semua adalah sarana kita untuk membentuk situasi dalam rangka mencapai visi dan misi kita.
Sekarang mari kita lihat posisi bangsa ini dalam berbagai indikator yang menjadi standar dunia. Ternyata dalam Human Development Index kita berada di posisi 111, dalam Knowledge Economic Indikator kita ada di posisi 103, dan dalam Nation Competitiveness kita ada di posisi 55. Ini berarti kita bertinggal jauh bahkan dari negara Malaysia dan Singapura.
Bila ini dikategorikan sebagai balapan, maka jelas kita tertinggal di belakang sementara orang lain ada di depan. Muncul pertanyaan, mengapa mereka ada di depan? Jawabannya, karena mereka bekerja keras. Lalu mungkin muncul pertanyaan kedua bahwa bukankah kita juga sudah bekerja keras? Untuk itu coba tanya kembali pada diri kita, seberapa keras kita bekerja?
Karena sebenarnya tidak ada gunaanya kita bekerja sekeras apapun jika orang lain bekerja lebih keras dari kita. Tentu kerja keras ini maksudnya adalah kerja secara profesional, bukan bekerja asal bekerja, bukan bekerja secara amatir.
Tapi untuk pertama, baiknya kita terima dulu kenyataan peringkat kita yang ada di bawah. Dengan kenyataan seperti ini, apakah kita tetap bisa memperbaiki bangsa kita?
Tentu saja bisa, apalagi Allah juga sudah menjanjikan seperti ini :
“…Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS Al-Anfaal : 8 )
Dengan perspektif ini kita bisa saja mengatakan bila sebuah negara termasuk negara miskin, mungkin saja karena para penduduknya malas, atau kalau pun mereka sudah bekerja keras, maka kerja keras mereka belum cukup dan masih ada negara lain yang penduduknya bekerja lebih keras dari mereka.
Mengenai konsep ini, sudah jelas dalam ayat Al-Quran yang mengataka,
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya…” (QS Al-Mulk : 15)
Bila kita lihat ayat di atas, maka jelas bahwa Allah terlebih dulu menyuruh kita berjalan baru kita boleh makan sebagian rezeki. Artinya kita harus bekerja terlebih dahulu, barulah kita mendapat rejeki. Tentu maksudnya di sini adalah bekerja secara profesional, bukan asal bekerja saja.
Apalagi Allah tidak pernah mementingkan hasil, tapi mementingkan proses. Karena hasil bukan tanggung jawab kita, tapi tergantung pada Allah. Sebab bisa saja kita sudah bekerja keras tapi hasilnya belum tentu seusai dengan yang kita mau.
Dalam hal ini Allah mengingatka,
“…boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah : 216)
Jadi bagi kita, yang penting adalah bekerja keras, lalu berdoa pada Allah, lalu terimalah apapun hasil yang datang pada kita karena itulah sesungguhnya yang Allah sediakan.
Disarikan dari ceramah Jumat, 15 Januari 2010 oleh Prof. Dr. H Abdul Halim Hakim
Sumber:
http://salmanitb.com/2010/01/analisis-swot-dalam-kehidupan/
18 Januari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar